Wednesday, September 26, 2007

Dari FSnya orang

Dalam sejarah Indonesia, didapatkanbeberapa sejarah yang melibatkanperkataan Walisongo ataupun WaliSembilan. Memang ternyata bahawa WaliSembilan telah menyebarkan agama Islamdi Jawa dengan seluasnya. Tetapihingga sekarang masih tersebutperselisihan paham antara Walisongodan Syeikh Siti Jenar.Ajaran Syekh Siti Jenar yang palingkontroversial terkait dengan konsepnyatentang hidup dan mati, Tuhan dankebebasan, serta tempat berlakunyasyariat tersebut. Syekh Siti Jenarmemandang bahwa kehidupan manusia didunia ini disebut sebagai kematian.Sebaliknya, yaitu apa yang disebutumum sebagai kematian justru disebutsebagai awal dari kehidupan yanghakiki dan abadi.Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenaihukum yang bersifat keduniawian (hukumnegara dan lainnnya), tidak termasukdidalamnya hukum syariat peribadatansebagaimana ketentuan syariah. Danmenurut ulama pada masa itu yangmemahami inti ajaran Siti Jenar bahwamanusia di dunia ini tidak harusmemenuhi rukun Islam yang lima, yaitu:syahadat, shalat, puasa, zakat danhaji. Baginya, syariah itu baruberlaku sesudah manusia menjalanikehidupan paska kematian. Syekh SitiJenar juga berpendapat bahwa Allah ituada dalam dirinya, yaitu di dalambudi. Pemahaman inilah yangdipropagandakan oleh para ulama padamasa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukummati pada awal sejarah perkembanganIslam sekitar abad ke-9 Masehi)tentang Hulul yang berkaitan dengankesamaan sifat manusia dan Tuhan.Dimana Pemahaman ketauhidan harusdilewati melalui 4 tahapan ; 1.Syariat (dengan menjalankan hukum-hukum agama spt sholat, zakat dll); 2.Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan spt wirid, dzikir dalam waktudan hitungan tertentu; 3. Hakekat,dimana hakekat dari manusia dankesejatian hidup akan ditemukan; dan4. Ma'rifat, kecintaan kepada Allahdengan makna seluas-luasnya. Bukanberarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapandibawahnya ditiadakan. Pemahamaninilah yang kurang bisa dimengertioleh para ulama pada masa itu tentangilmu tasawuf yang disampaikan olehSyech Siti Jenar. Ilmu yang baru bisadipahami setelah melewati ratusantahun pasca wafatnya sang Syech. Paraulama mengkhawatirkan adanyakesalahpahaman dalam menerima ajaranyang disampaikan oleh Syech Siti Jenarkepada masyarakat awam dimana padamasa itu ajaran Islam yang harusdisampaikan adalah padatingkatan 'syariat'. Sedangkan ajaranSiti Jenar sudah memasukitahap 'hakekat' danbahkan 'ma'rifat'kepada Allah(kecintaan yang sangat kepada ALLAH).Oleh karenanya, ajaran yangdisampaikan oleh Siti Jenar hanyadapat dibendung dengan kata 'SESAT'.Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenarmerasa malu apabila harus berdebatmasalah agama. Alasannya sederhana,yaitu dalam agama apapun, setiappemeluk sebenarnya menyembah zat YangMaha Kuasa. Hanya saja masing - masingmenyembah dengan menyebut nama yangberbeda - beda dan menjalankan ajarandengan cara yang belum tentu sama.Oleh karena itu, masing - masingpemeluk tidak perlu saling berdebatuntuk mendapat pengakuan bahwaagamanya yang paling benar.Syekh SitiJenar juga mengajarkan agar seseorangdapat lebih mengutamakan prinsipikhlas dalam menjalankan ibadah. Orangyang beribadah dengan mengharapkansurga atau pahala berarti belum bisadisebut ikhlas.Dalam fikiran Popeye, kemungkinanajaran Syeikh Siti Jenar mungkin tidakmahu disebarkan oleh Walisongowalaupun mereka tahu ajarannya inibenar dari segi hakikat dan empatpenjurunya. Mungkin Walisongo tidakmahu pemeluk Islam menjadi terlaluleka kalau mengikut ajaran Siti Jenarkerana kalau tidak dikawal denganbetul, agak huru hara jadinya. MakaWalisongo telah menggunakan ajaransyariah kepada pemeluknya supayaadanya undang-undang dan stabilasi.Renungkanlah.......

Wednesday, August 01, 2007

What kind of Chocolate R U?

PS. Actually, my fave is white chocolate..... :p

You are Milk Chocolate

A total dreamer, you spend most of your time with your head in the clouds.
You often think of the future, and you are always working toward your ideal life.
Also nostalgic, you rarely forget a meaningful moment... even those from long ago.

Thursday, May 10, 2007

ANTARA ZIONISME DAN YAHUDI

Taken from www.harunyahya.com



HARUN YAHYA






Musim panas tahun 1982 menjadi saksi atas kebiadaban luar biasa yang menyebabkan seluruh dunia berteriak dan mengutuknya dengan keras. Tentara Isrel memasuki wilayah Lebanon dalam suatu serbuan mendadak, dan bergerak maju sambil menghancurkan sasaran apa saja yang nampak di hadapan mereka. Pasukan Israel ini mengepung kamp-kamp pengungsi yang dihuni warga Palestina yang telah melarikan diri akibat pengusiran dan pendudukan oleh Israel beberapa tahun sebelumnya. Selama dua hari, tentara Israel ini mengerahkan milisi Kristen Lebanon untuk membantai penduduk sipil tak berdosa tersebut. Dalam beberapa hari saja, ribuan nyawa tak berdosa telah terbantai.

Terorisme biadab bangsa Israel ini telah membuat marah seluruh masyarakat dunia. Tapi, yang menarik adalah sejumlah kecaman tersebut justru datang dari kalangan Yahudi, bahkan Yahudi Israel sendiri. Profesor Benjamin Cohen dari Tel Aviv University menulis sebuah pernyataan pada tanggal 6 Juni 1982:

Saya menulis kepada anda sambil mendengarkan radio transistor yang baru saja mengumumkan bahwa ‘kita’ sedang dalam proses ‘pencapaian tujuan-tujuan kita’ di Lebanon: yakni untuk menciptakan ‘kedamaian’ bagi penduduk Galilee. Kebohongan ini sungguh membuat saya marah. Sudah jelas bahwa ini adalah peperangan biadab, lebih kejam dari yang pernah ada sebelumnya, tidak ada kaitannya dengan upaya yang sedang dilakukan di London atau keamanan di Galilee…Yahudi, keturunan Ibrahim…. Bangsa Yahudi, mereka sendiri menjadi korban kekejaman, bagaimana mereka dapat menjadi sedemikian kejam pula? … Keberhasilan terbesar bagi Zionisme adalah de-Yahudi-isasi bangsa Yahudi. ("Professor Leibowitz calls Israeli politics in Lebanon Judeo-Nazi" Yediot Aharonoth, 2 Juli 1982)

Benjamin Cohen bukanlah satu-satunya warga Israel yang menentang pendudukan Israel atas Lebanon. Banyak kalangan intelektual Yahudi yang tinggal di Israel yang mengutuk kebiadaban yang dilakukan oleh negeri mereka sendiri.

Pensikapan ini tidak hanya tertuju pada pendudukan Israel atas Lebanon. Kedzaliman Israel atas bangsa Palestina, keteguhan dalam menjalankan kebijakan penjajahan, dan hubungannya dengan lembaga-lembaga semi-fasis di bekas rejim rasis Apartheid di Afrika Selatan telah dikritik oleh banyak tokoh intelektual terkemuka di Israel selama bertahun-tahun. Kritik dari kalangan Yahudi sendiri ini tidak terbatas hanya pada berbagai kebijakan Israel, tetapi juga diarahkan pada Zionisme, ideologi resmi negara Israel.

Ini menyatakan apa yang sesungguhnya terjadi: kebijakan pendudukan Israel atas Palestina dan terorisme negara yang mereka lakukan sejak tahun 1967 hingga sekarang berpangkal dari ideologi Zionisme, dan banyak Yahudi dari seluruh dunia yang menentangnya.

Oleh karena itu, bagi umat Islam, yang hendaknya dipermasalahkan adalah bukan agama Yahudi atau bangsa Yahudi, tetapi Zionisme. Sebagaimana gerakan anti-Nazi tidak sepatutnya membenci keseluruhan masyarakat Jerman, maka seseorang yang menentang Zionisme tidak sepatutnya menyalahkan semua orang Yahudi.

Asal Mula Gagasan Rasis Zionisme

Setelah orang-orang Yahudi terusir dari Yerusalem pada tahun 70 M, mereka mulai tersebar di berbagai belahan dunia. Selama masa ‘diaspora’ ini, yang berakhir hingga abad ke-19, mayoritas masyarakat Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas kesamaan agama mereka. Sepanjang perjalanan waktu, sebagian besar orang Yahudi membaur dengan budaya setempat, di negara di mana mereka tinggal. Bahasa Hebrew hanya tertinggal sebagai bahasa suci yang digunakan dalam berdoa, sembahyang dan kitab-kitab agama mereka. Masyarakat Yahudi di Jerman mulai berbicara dalam bahasa Jerman, yang di Inggris berbicara dengan bahasa Inggris. Ketika sejumlah larangan dalam hal kemasyarakatan yang berlaku bagi kaum Yahudi di negara-negara Eropa dihapuskan di abad ke-19, melalui emansipasi, masyarakat Yahudi mulai berasimilasi dengan kelompok masyarakat di mana mereka tinggal. Mayoritas orang Yahudi menganggap diri mereka sebagai sebuah ‘kelompok agamis’ dan bukan sebagai sebuah ‘ras’ atau ‘bangsa’. Mereka menganggap diri mereka sebagai masyarakat atau orang ‘Jerman Yahudi’, ‘Inggris Yahudi, atau ‘Amerika Yahudi’.

Namun, sebagaimana kita pahami, rasisme bangkit di abad ke-19. Gagasan rasis, terutama akibat pengaruh teori evolusi Darwin, tumbuh sangat subur dan mendapatkan banyak pendukung di kalangan masyarakat Barat. Zionisme muncul akibat pengaruh kuat badai rasisme yang melanda sejumlah kalangan masyarakat Yahudi.

Kalangan Yahudi yang menyebarluaskan gagasan Zionisme adalah mereka yang memiliki keyakinan agama sangat lemah. Mereka melihat “Yahudi” sebagai nama sebuah ras, dan bukan sebagai sebuah kelompok masyarakat yang didasarkan atas suatu keyakinan agama. Mereka mengemukakan bahwa Yahudi adalah ras tersendiri yang terpisah dari bangsa-bangsa Eropa, sehingga mustahil bagi mereka untuk hidup bersama, dan oleh karenanya, mereka perlu mendirikan tanah air mereka sendiri. Orang-orang ini tidak mendasarkan diri pada pemikiran agama ketika memutuskan wilayah mana yang akan digunakan untuk mendirikan negara tersebut. Theodor Herzl, bapak pendiri Zionisme, pernah mengusulkan Uganda, dan rencananya ini dikenal dengan nama ‘Uganda Plan’. Kaum Zionis kemudian menjatuhkan pilihan mereka pada Palestina. Alasannya adalah Palestina dianggap sebagai ‘tanah air bersejarah bangsa Yahudi’, dan bukan karena nilai relijius wilayah tersebut bagi mereka.

Para pengikut Zionis berusaha keras untuk menjadikan orang-orang Yahudi lain mau menerima gagasan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan agama mereka ini. Organisasi Yahudi Dunia, yang didirikan untuk melakukan propaganda masal, melakukan kegiatannya di negara-negara di mana terdapat masyarakat Yahudi. Mereka mulai menyebarkan gagasan bahwa orang-orang Yahudi tidak dapat hidup secara damai dengan bangsa-bangsa lain dan bahwa mereka adalah suatu ‘ras’ tersendiri; dan dengan alasan ini mereka harus pindah dan bermukim di Palestina. Sejumlah besar masyarakat Yahudi saat itu mengabaikan seruan ini.

Dengan demikian, Zionisme telah memasuki ajang politik dunia sebagai sebuah ideologi rasis yang meyakini bahwa masyarakat Yahudi tidak seharusnya hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. Di satu sisi, gagasan keliru ini memunculkan beragam masalah serius dan tekanan terhadap masyarakat Yahudi yang hidupnya tersebar di seluruh dunia. Di sisi lain, bagi masyarakat Muslim di Timur Tengah, hal ini memunculkan kebijakan penjajahan dan pencaplokan wilayah oleh Israel, pertumpahan darah, kematian, kemiskinan dan teror.

Banyak kalangan Yahudi saat ini yang mengecam ideologi Zionisme. Rabbi Hirsch, salah seorang tokoh agamawan Yahudi terkemuka, mengatakan:

‘Zionisme berkeinginan untuk mendefinisikan masyarakat Yahudi sebagai sebuah bangsa .... ini adalah sesuatu yang menyimpang (dari ajaran agama)’. (Washington Post, 3 Oktober 1978)

Seorang pemikir terkemuka, Roger Garaudy, menulis tentang masalah ini:

Musuh terbesar bagi agama Yahudi adalah cara berpikir nasionalis, rasis dan kolonialis dari Zionisme, yang lahir di tengah-tengah (kebangkitan) nasionalisme, rasisme dan kolonialisme Eropa abad ke-19. Cara berpikir ini, yang mengilhami semua kolonialisme Barat dan semua peperangannya melawan nasionalisme lain, adalah cara berpikir bunuh diri. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan tidak ada perdamaian di Timur Tengah kecuali jika Israel telah mengalami “de-Zionisasi” dan kembali pada agama Ibrahim, yang merupakan warisan spiritual, persaudaraan dan milik bersama dari tiga agama wahyu: Yahudi, Nasrani dan Islam. (Roger Garaudy, "Right to Reply: Reply to the Media Lynching of Abbe Pierre and Roger Garaudy", Samizdat, Juni 1996)

Dengan alasan ini, kita hendaknya membedakan Yahudi dengan Zionisme. Tidak setiap orang Yahudi di dunia ini adalah seorang Zionis. Kaum Zionis tulen adalah minoritas di dunia Yahudi. Selain itu, terdapat sejumlah besar orang Yahudi yang menentang tindakan kriminal Zionisme yang melanggar norma kemanusiaan. Mereka menginginkan Israel menarik diri secara serentak dari semua wilayah yang didudukinya, dan mengatakan bahwa Israel harus menjadi sebuah negara bebas di mana semua ras dan masyarakat dapat hidup bersama dan mendapatkan perlakuan yang sama, dan bukan sebagai ‘negara Yahudi’ rasis.

Kaum Muslimin telah bersikap benar dalam menentang Israel dan Zionisme. Tapi, mereka juga harus memahami dan ingat bahwa permasalahan utama bukanlah terletak pada orang Yahudi, tapi pada Zionisme.

Thursday, March 29, 2007

Crisye Meninggal

Innalillahi Wa Inna Illaihi Rojiuun
Telah meninggal dunia Crisye, hari ini 30 maret 2007 pukul 04.08 Pagi.
Salah satu legenda musik Indonesia tersebut meninggal dalam usia 56 tahun setelah menderita kanker paru2 dan telah bertahun-tahun berobat hingga ke luar negeri.
Crisye akan dimakamkan hari ini sekitar pukul 14 di TPU Jeruk Purut.

Saturday, March 10, 2007

Anti Brontok

Rontokbro/ brontok adalah salah satu virus lokal yang saat ini banyak menyebar di komputer2 Indonesia utamanya di warnet. berikut ini ada artikel dari xstarlogic tentang cara manual mengatasi virus ini bila dalam keadaan darurat komputer kita terkena serangan namun tidak memiliki antivirus yang memadai untuk menghabisi virusnya.


ARtikel diambil dari http://forum.chop.co.id

tulisan Xstarlogic
Mengeliminasi Brontok secara Tuntas
tanpa AntiVirus
(Windows Xp and 2000 User)

1. Restart Windows dan masuk ke Safe Mode with Command Prompt.

Pada saat mau masuk ke Boot GUI, tekan F8, untuk masuk ke Windows Xp Startup menu. Pilih Safe Mode with Command Prompt. Pada logon screen pilih Administrator. Pada C:\> ketik Explorer dan tekan enter.


2. Cari dan hapus semua file yang berekstensi *.exe yang berikon seperti folder.
Anda dapat mengunakan fasilitas Find pada windows. Pada Find: ketik *.exe. Untuk mempermudah pencarian, Advance Option, Centang Search System folder, Search Hidden files and folder dan tentu saja Search Subfolder. Anda dapat mengunakan filter size untuk mempercepat pencarian.

Biasanya brontok suka pakai nama-nama umum seperti:
> smss.exe
> service.exe
> lsass.exe
> inetinfo.exe
> csrss.exe
Nama tersebut cenderung dapat anda jumpai di C:\Documents and Settings\*\Local
Settings\Application Data
> eksplorasi.exe (Hidden dan dapat ditemukan di C:\WINDOWS)
> sempalong.exe atau Elnor.B (Hidden dan dapat ditemukan di C:\WINDOWS\ShellNew)

Sisanya kopian dari nama folder.


3. Cari dan hapus semua file yang berekstensi *.scr yang berikon seperti folder.

Anda tidak perlu menggunakan filter size, karena *. scr adalah file Sreensaver dan lebih mudah dicari. Biasanya namanya *’s Setting.scr.


4. Cari dan hapus semua file yang berkstensi *.com yang berukuran 42 Kb atau
80 Kb dan hanya pada C:\Documents and Setting.

Pada Search in:pilih Browse...dan cari di C:\Documents and Settings. Gunakan Filter size. Jangan lupa untuk mengaktifkan opsi Search hidden files and folderkarena biasanya file ini suka bersembunyi di folder tersembunyi seperti Templates.

Nama yang digunakan biasanya:
> Brengkolang.com atau Bararontok.com


5. Cari dan hapus semua file yang bernama Empty.pif.

Empty.pif juga dapat ditemukan di sekitar C:\Documents and Settings\*\Start Menu\Programs\Startup\. Gunakan Size Filter untuk mempercepat pencarian.


6. Bukalah Registry Editor melalui Start, Run.

Jejauh pengetahuan saya, Brontok.A dan Brontok.C memungkinkan anda masih dapat membuka Regedit pada Safe Mode Command Prompt Administrator. Pada Brontok.E Kemungkinan tersebut sudah tidak lagi.

Untuk mengaktifkan Registry, anda dapat memanfaatkan Notepad untuk Membuat Visual Basic Script. Pada Notepad ketik:

Set WshShell = CreateObject("WScript.Shell")
Var_YN = MsgBox("Enable Registry Editor?", vbYesNo, "Registry Hacker")
If Var_YN = 6 Then

WshShell.RegWrite"HKCU\Software\Microsoft\Windows\ CurrentVersion\Policies\System\DisableRegistryTool s",0,"REG_DWORD"
WshShell.Run("RegEdit.EXE")

Else
WshShell.RegWrite"HKCU\Software\Microsoft\Windows\ CurrentVersion\Policies\System\DisableRegistryTool s",1,REG_DWORD"
Var_Ok = MsgBox("Registry Editor is Disabled!", vbOkOnly, "Registry Status")

End If

Save dengan nama sembarang tetapi ekstensinya harus *.vbs (Contoh: RegAble.vbs). Jangan lupa pada Save as type: pilih All Files (*.*)).

Jalankan Script tersebut dengan membuka secara langsung lewat Windows Explorer. Apabila semuanya benar, seharusnya icon file tersebut tidak berbentuk Text Document. Dan apabila anda menjalankan ada sebuah dialog yang menayakan Enable Registry Editor?. Klik Yes untuk mengenable dan menjalankan Registry Editor atau klik No untuk mendisable Registry Editor.

Selain mengunakan Visual Basic Script, anda dapat mengunakan Install Information Script yang lebih simpel. Jalankan Notepad dan Ketik:

[Version]
Signature="$CHICAGO$"

[DefaultInstall]
AddReg=EnableRegistry

[EnableRegistry]
HKCU,%SubKeyReg%,%ValueReg%,0x10001,0

[Strings]
SubKeyReg="Software\Microsoft\Windows\CurrentVersi on\Policies\System"
ValueReg="DisableRegistryTools"

Save dengan nama sembarang tetapi ekstensinya harus *.inf (Contoh: RegAble.inf). Jangan lupa pada Save as type: pilih All Files (*.*)).

Klik kanan pada icon file yang baru anda buat, kemudian klik Install. Jalankan Registry Editor melalui Start, Run.

Bila anda tidak mendapatkan reaksi diatas, maka ada kemungkinan bahwa file-file *.vbs dan *.inf tidak terassosiasi dengan tepat di registry. Anda harus menggunakan 3rd Party untuk mengenable Regedit. Anda dapat mengunakan 3rd Party Commersial, ataupun yang gratis seperti Madonote for Xpyang dapat di download lewatwww.asahi-net.or.jp.


7. Hapus atau ganti nol pada value:
- "NoFolderOption" dapat ditemukan di:
> HKCU\Microsoft\Windows\CurrentVersion\Policies\Exp lorer
> HKU\.Default\Microsoft\Windows\CurrentVersion\Poli cies\Explorer
- "DisableCMD dapat" dapat ditemukan di:
> HKCU\Microsoft\Windows\CurrentVersion\Policies\Sys tem
> HKU\.Default\Microsoft\Windows\CurrentVersion\Poli cies\System
- "DisableRegistryTools" dapat ditemukan di:
> HKU\.Default\Microsoft\Windows\CurrentVersion\Poli cies\System
Disini saya tidak dapat memberi garansi secara rinci. Apabila anda menemukan value seperti diatas dan datanya "1", anda dapat menghapusnya atau menggantikannya dengan "0"


8. Carilah dan Hapuslah startup untuk brontok pada keys
- Pada HKCU\Microsoft\Windows\\CurrentVersion\Run
> Tok-Cirrhatus ... C:\Documents and Setting\*\Local Setings\Application Data\Smss.exe
- Pada HKLM\Software\Microsoft\Windows\CurrentVersion\Run
> Bron-Spizaetus ... c:\Windows\ShellNew\Sempalong.exe
- Pada HKLM\Software\Microsoft\WindowsNT\CurrentVersion\W inlogon
> Shell ... Explorer.exe "C:\Windows\Eksplorasi.exe\"
Pada value ini cukup diganti dengan:
Shell ... Explorer.exe
- Pada HKU\.Default\Microsoft\Windows\CurrentVersion\Run
> Tok-Cirrhatus... C:\Windows\System32\config\System Profiles\
Local Settings\Application Data\Smss.exe
- Semua *\Run yang memangil nama Brontok (Bila ragu-ragu, periksalah semua data dengan melacak setiap file yang dipangila melaui Keys *\Run)


9. Restart dan masuk lah ke Normal Mode.

Cobalah untuk menjalankan tools-tools Windows seperti: RegEdit, MSConfig, MSDOS Prompt atau Task Manager. Bila masih Shutdown, penghapusannya belum tuntas. Bila muncul pesan ...eksplorasi.exe cannot be found..., maka anda lupa melewati no.8 point ke-3.


10. Apabila anda menghendaki kemampuan Registry Editing, jalankan file VBS atau INF.

Jalankan VBS atau INF yang telah anda buat pada account yang anda kehendaki memiliki kemampuan registry editing. Apabila pada komputer anda terdapat lebih dari satu user yang akan anda enablekan registry editingnya, maka anda harus menjalankan VBS atau INF tersebut pada setiap account.



--------------------------------------------------------------------------------

Sunday, March 04, 2007

Benarkah Menikah Didasari Kecocokan??

Benarkah menikah didasari oleh
kecocokan...???

Kalau dua-duanya doyan musik,
berarti ada gejala bisa langgeng...
Kalau sama-sama suka sop buntut
berarti masa depan cerah...(That simple?........)

Berbeda dengan sepasang sandal yang hanya
punya aspek
kiri dan kanan,
menikah adalah persatuan dua manusia, pria dan
wanita.
Dari anatomi saja sudah tidak sebangun,
apalagi urusan jiwa dan hatinya.
Kecocokan, minat dan latar belakang keluarga
bukan
jaminan segalanya akanlancar..
Lalu apa?

MENIKAH adalah proses pendewasaan.
Dan untuk memasukinya diperlukan pelaku yang
kuat
dan berani.
Berani menghadapi masalah yang akan terjadi
dan punya kekuatan untuk menemukan jalan
keluarnya.
Kedengarannya sih indah, tapi kenyataannya?

Harus ada 'Komunikasi Dua Arah',
'Ada kerelaan mendengar kritik',
'Ada keikhlasan meminta maaf',
'Ada ketulusan melupakan kesalahan'
dan 'Keberanian untuk mengemukakan pendapat'.

Sekali lagi MENIKAH bukanlah upacara yang
diramaikan
gending cinta,
bukan rancangan gaun pengantin ala cinderella,
Apalagi rangkaian mobil undangan
yang memacetkan jalan.

MENIKAH adalah berani memutuskan untuk
berlabuh,
ketika ribuan kapal pesiar yang gemerlap
memanggil-manggil.

MENIKAH adalah proses penggabungan dua orang
berkepala
batu dalam satu ruangan di mana kemesraan,
ciuman,
dan pelukan yang berkepanjangan hanyalah bunga.

Masalahnya bukanlah menikah dengan anak siapa,
yang hartanya berapa,
bukanlah rangkaian bunga mawar yang jumlahnya
ratusan,
bukanlah perencanaan berbulan- bulan
yang akhirnya membuat keluarga saling
tersinggung,
apalagi kegemaranminum kopi yang sama...

MENIKAH bukan didasari atas kesucian diri,
tapi kesucian hati.

Apalah artinya MENIKAH
apabila tidak suci hati.
Diri yang kotor dapat mudah diperbaiki,
namun hati yang kotor tak mudah diperbaiki.

MENIKAH adalah proses pengenalan diri sendiri
maupun pasangan anda.
Tanpa mengenali diri sendiri,
bagaimana anda bisa memahami orang lain...??
Tanpa bisa memperhatikan diri sendiri,
bagaimana anda bisa memperhatikan pasangan
hidup...??

MENIKAH sangat membutuhkan keberanian
tingkat tinggi,
toleransi sedalam samudra,
serta jiwa besar untuk 'Menerima' dan 'Memaafkan'.

Dengan kata lain, MENIKAH merupakan
penggabungan dua
bagian yang saling berbeda
untuk dicari kecocokannya,
bagaikan mur dan baut,
bukan persamaan yang dangkal,
bukan pula persamaan yang terlihat indah di mata.
Perbedaan harus dicari
kecocokan bukan persamaan.

Perpisahaan dengan alasan perbedaan
Adalah alasan yang naif, dan dibuat-buat.

Monday, February 26, 2007

Perlu Dialog dari Hati ke Hati, Bukan Bibir ke Bibir

Sebuah artikel menarik di islamlib.com

Muhammad Najib Ghoni:
Perlu Dialog Hati ke Hati, Bukan Bibir ke Bibir
26/02/2007
Begitu Presiden Soeharto lengser, kita justru melihat banyak kerusuhan antar umat beragama. Karena itu, kami bersama teman-teman mencoba untuk membangun situasi kerukunan yang tidak bersifat top-down, tapi bottom-up. Artinya, itu benar-benar diinginkan oleh masyarakat dan agamawan itu sendiri.



Kerukunan antar umat beragama selama ini sebetulnya bersifat semu dan artifisial. Ketika harmoni yang semu dan artifisial itu diuji letupan konflik yang kecil saja, kerusuhan berskala massal bisa saja meledak. Diperlukan dialog lintas agama dari hati ke hati, bukan sekadar dari bibir ke bibir. Demikian pengalaman Muhammad Najib Ghoni yang akrab disapa Gus Najib, Pimpinan Pondok Pesantren Shiratul Fuqoha, Sepanjang, Gondanglegi, Malang, kepada Novriantoni dari Kajian Islam Utan Kayu (KIUK), Kamis (15/2) lalu.

Gus Najib, bisa diceritakan pengalaman Anda dalam menjalankan forum dialog lintasagama?

Kebetulan, hari ini (15/2) adalah hari terakhir kami mengadakan dialog antar umat beragama se-Asia yang bertajuk Youth, Leader and Women Interfaith Dialogue. Tempatnya di Institut Pendidikan Teologi Balewiyata, Malang. Di sini berkumpul teman-teman Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Mereka jadi satu untuk membangun kebersamaan. Untuk apa kami mengadakan acara ini?

Kita tahu, belakangan banyak terjadi keusuhan-kerusuhan mengatasnamakan agama. Kalau sudah mengatasnamakan agama, kita akan susah sekali memadamkannya. Tidak usah dibayar pun orang dengan semangat akan ikut. Mereka akan merasa itu sebagai perjuangan suci. Nah di forum ini, kita menganalisis mengapa hal-hal seperti itu bisa terjadi. Salah satunya faktor penyebabnya adalah karena tidak terjadinya dialog. Perspektif masing-masing pihak masih subyektif terhadap pihak lain.

Karena itu, kita mengumpulkan anak muda lintasagama agar terjadi pergeseran perspektif dalam menilai agama dan pihak lain. Biasanya, setiap agama memang cenderung menghukumi agama lain secara monolog dan dari sudut pandang masing-masing. Di sini, itu kita coba dialogkan. Dari sini kita harapkan timbul cara membangun kebersamaan dengan memahami kultur masing-masing agama secara langsung.

Apa target dan tujuan forum-forum seperti ini?

Tujuannya adalah untuk membangun iklim toleransi antar umat beragama. Kita tahu, iklim toleransi yang terbangun antarumat beragama selama ini masih agak formal; masih toleransi grup. Kita mau menghormati orang lain kalau ada dalam struktur grup tertentu. Tapi secara individual, kita akan kembali ke sikap-sikap yang intoleran. Jadi jarang sekali yang toleran itu sampai bergeser pada tataran penghayatan individu.

Dalam forum ini kita coba mengusahakan agar toleransi dalam grup itu bergeser ke toleransi antarindividu. Bukan lagi basa-basi karena sungkan ini dan itu, tapi toleransi itu benar-benar timbul dari dalam diri individu-individu. Dengan itulah mereka akan mengerti the ultimate values atau nilai paling utama di tiap-tiap agama. Dari situ terbangunnya pertemanan yang tak bisa dipisahkan oleh berbagai masalah lagi.

Saking intimnya, kami menyebut forum ini bukan hanya dialog bibir ke bibir, tapi heart to heart dialogue atau dialog dari hati ke hati. Kita tidak hanya membicarakan perdamain, tapi juga membincangkan soal teologi agama masing-masing. Selama ini, banyak keraguan dan kecurigaan masing-masing pihak terhadap pihak lain. Yang non-Muslim tidak tahu bagaimana iklim pesantren, sementara orang tidak tahu iklim vihara dan biara.

Secara teknis, bagaimana menciptakan iklim persahabatan yang intim itu?

Selain lewat interaksi di kelas, kita juga mengirim peserta dialog yang Kristen, Buddha, Hindu, dan lainnya untuk tinggal di pesantren. Di situ mereka akan merasakan pengalaman-pengalaman unik yang baru. Yang punya persepsi buruk tentang pesantren misalnya, akan tahu iklim pesantren.

Ada peserta Hindu yang begitu tahu akan kita kirim ke pesantren langung nervous. Saking paniknya, dia sempat telepon istri dan bilang akan berangkat ke pesantren. Keluarganya sempat keberatan. Tapi begitu sampai di pesantren, dia justru ceria dan disambut baik oleh kiai dan para santri. Dia pun ditanya ini dan itu, dan sempat bertanya apapun yang tidak ia ketahui tentang pesantren. Saat itu juga, kecurigaannya terhadap pesantren sirna.

Begitu pula pengalaman mereka yang kita kirim ke kongregasi Kristen. Pertamanya banyak yang mengganggap gereja itu tak lebih institusi kristenisasi, identik dengan dan disuplai dana oleh Barat, dan punya hidden agenda terhadap kaum Muslim. Tapi begitu tinggal beberapa hari di kongregasi, persepsi mereka berganti. Sebenarnya apa yang dicurigai selama ini tidak terbukti. Buyar persepsi mereka.

Nah, pengalaman tinggal bersama yang kita sebut ”live in” dengan komunitas lain itu, ternyata bukan main efektif untuk membuka perspektif-perspektif yang negatif terhadap orang lain.

Selain metode ”live in”, adakah cara lain yang Anda tempuh?

Ada. Itu pernah saya terapkan pada kalangan pemuda. Misalnya belajar bersama. Di tahun 1997-1999, terjadi krisis luar biasa dalam hubungan antaragama. Saya bersama teman-teman di Malang mengumpulkan anak-anak pendeta dan anak-anak kiai di dalam pesantren selama satu bulan untuk belajar bahasa Inggris bersama. Kebetulan saat itu ada teman dari Kanada dan Jerman yang mau mendampingi mereka.

Nah, mereka bisa berkumpul, berdiskusi bareng—tapi tidak tentang teologi—sembari belajar bahasa. Hasilnya luar biasa. Mereka yang tadinya takut untuk saling ketemu, berjarak antara satu dengan yang lain, akhirnya bisa tinggal dan belajar bersama. Mereka berkesimpulan bahwa kerusuhan dan kecurigaan yang berlebihan itu sudah tidak beralasan. Bahkan para guru yang menerima warning harus pulang ke Kanada, justru tak mau pulang dan nyaman tinggal di pesantren.

Apakah kekhawatiran akan pencairan akidah atau sinkretisme beragama lewat forum seperti ini beralasan?

Kekhawatiran itu memang masih jadi kendala. Itu berdampak pada kesulitan mencari peserta dialog. Tapi, tentu saja kekhawatiran itu tak terbukti di lapangan. Sebab biasanya, saat pertama kali bertemu, para peserta saling menjatuhkan yang lainnya. Mereka berpikir bagaimana agama saya bisa menang dan agama lain kalah.

Tapi itu tak berlangsung lama. Ketika mereka sudah tinggal bersama dalam waktu cukup lama, mereka akan kehabisan energi. Tapi tetap saja mereka tahu bahwa dalam kehidupan sehari-hari, mereka tak bisa membuktikan bahwa tujuan dialog adalah untuk menyatukan agama-agama. Jadi, ketakutan semacam itu memang ada pada tahap awal-awalnya saja. Setelah bertemu dan berdialog, bukan sinkretisme yang justru terjadi, tapi perluasan perspektif masing-masing terhadap orang lain.

Seperti apa fase-fase perubahan perspektif itu berjalan?

Pada minggu pertama, baik yang Islam maupun Kristen, biasanya akan berkumpul dengan kelompok masing-masing. Waktu makan, mereka akan menyudut dengan kelompoknya itu juga. Diskusi pertama mereka adalah diskusi kecurigaan; soal apa motif dialog semacam ini. Banyak lagi kecurigaan lainnya pada diskusi yang pertama. Bahkan sebelum live in ke suatu tempat, mereka sudah menyusun strategi untuk mencari kelemahan-kelemahan pihak tertentu. Yang Kristen mencari kelemahan-kelemahan pesantren, begitu juga sebaliknya. Tapi begitu sudah tinggal lama di pesantren atau kongregasi, mereka hampir tak akan bisa berkata apa-apa lagi.

Kita pernah mengundang seorang pendeta dari Sulawesi untuk ikut acara kita di Malang. Pertamanya, dia menganggap orang Islam itu sama semua. Ketika kita kirim dia ke pesantren, dia tak bisa tidur. Persepsinya tentang pesantren selama ini sangat buruk. Tapi begitu kembali dari pesantren, dia hampir tak bisa berkata apapun. Persepsi negatif yang selama ini ada, dibuyarkan ketika dia ber-live-in-ria.

Dari situ, biasanya dimulai fase baru. Mereka yang tadinya berkumpul dengan kelompok masing-masing, mulai berkomunikasi dengan kelompok lain, duduk dan makan bersama lintasagama. Mereka saling cerita soal pengalaman selama live in. Dari sinilah mulai terjadi dialog yang cair. Yang tadinya sangat formal menjadi dialog dari hati ke hati. Ketika akhir kegiatan, biasanya mereka sudah tidak bisa dibeda-bedakan lagi.

Apa tantangan internal kegiatan seperti ini?

Tantangan internal dalam bentuk resistensi, di mana pun pasti ada. Misalnya dari lingkungan pesantren sendiri. Tapi itu bisa ditanggulangi. Dulu para santri sangat takut dengan kehadiran orang-orang non-Muslim. Mereka sudah meyiapkan cara agar pendeta tersebut masuk Islam. Bahkan untuk mencari tempat tinggal pendeta pun kita dulunya kesulitan.

Biasanya, sebelum acara kita survei dulu dari pesantren ke pesantren sambil minta izin menjalankan program dan menempatkan kawan-kawan non-Muslim di situ. Dari situ kita dapat melihat reaksinya. Ada yang menolak dengan tegas, ada yang menolak halus, dan ada yang menerima. Dari beberapa kunjungan ke pondok pesantren, kita dapat menemukan kiai-kiai yang cukup pluralis, bisa menerima kita, dan bahkan bersedia memperlakukan para peserta dengan baik.

Biasanya, sikap yang antipati beranjak dari ketindaktahuan. Tak kenal maka tak sayang. Banyak sekali orang Islam yang tidak tahu ada banyak denominasi (firqah) di dalam Kristen. Nah, dari proses tinggal bersama itu, mereka akan tahu bahwa di Kristen itu banyak sekali denominasi-denominasi yang masing-masing punya kepentingan berbeda. Dari hidup bersama, mereka sadar akan fakta itu dan dapat menghormati tradisi agama lain sebagaimana pemilik tradisi menghormati tradisinya.

Ada banyak jalur kebudayaan yang bisa ditempuh juga, ya?

Ya. Jalur kebudayaan itu sudah pernah juga dilakukan partner kami. Misalnya oleh teman-teman Konghucu di Klenteng Malang. Perlu Anda tahu, dari 100 pemain barongsai yang ada di sana, 90 orang diantaranya adalah Muslim. Bahkan Reog Ponorogo yang diasuh GKJW Malang, tidak hanya diamainkan oleh orang-orang Kristen, tapi lintasagama. Bahkan ada juga yang dari Islam.

Fakta-fakta kecil itu biasanya mampu membuat peserta dialog membuka diri. Mereka sadar, selama ini tidak ada masalah antaragama. Dari situ mereka bisa membedakan mana yang hanya masalah agamawan tertentu, mana soal politisasi agama, dan mana yang benar-benar masalah agama. Mereka tidak akan lagi gampangan dalam menuding golongan-golongan lain. Dalam dialog ini, satu sama lain memang benar-benar ingin mengenal orang lain dan ingin hidup bersama dalam damai.

Biasanya tema-tema apa saja yang ditekankan dalam forum, Gus?

Yang paling utama adalah bagaimana agar setiap orang punya kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Di antaranya bagaimana agama betul-betul peduli terhadap orang miskin. Dari beberapa pengalaman dialog, kita tahu sebenarnya musuh utama agama dan para agamawan bukanlah agama lain, tapi soal kemiskinan. Karena itu, di forum dialog kita mengemas cara agar agamawan sadar bahwa musuh kita sebenarnya adalah kemiskinan. Dari situ kita bisa membentuk jaringan antaragama. Kita juga mengangkat isu proeksistensi dalam kehidupan beragama.

Dulu, orang beranggapan bahwa hubungan antaragama masa Orde Baru cukup rukun dan damai. Faktanya memang rukun dan damai. Tapi kerukunan dan kedamaian itu sebenarnya berlangsung top-down. Ada politik kerukunan yang menjadi kebijakan pemerintah masa itu. Jadi, masyarakat rukun-rukun dan menghormati orang lain karena takut pada pemerintah. Beberapa daerah yang dianggap kurang rukun, pejabatnya akan kena skors.

Bagi kami, kerukunan antaragama saat itu bersifat semu dan artifisial. Terbukti, begitu Presiden Soeharto lengser, kita justru melihat banyak kerusuhan antar umat beragama. Karena itu, kami bersama teman-teman mencoba untuk membangun situasi kerukunan yang tidak bersifat top-down, tapi bottom-up. Artinya, itu benar-benar diinginkan oleh masyarakat dan agamawan itu sendiri.

Jadi sifatnya antisipatif, ya?

Benar. Lihat saja tempat-tempat yang pernah dilanda kerusuhan saat ini. Dulunya, tempat-tempat itu tergolong aman. Ini menunjukkan bahwa kerukunan saat itu adalah kerukunan yang semu. Begitu diuji sedikit saja, gampang sekali meletusnya kerusuhan luar biasa. Nah, dengan bertemu dalam forum lintasagama, kita mendapatkan hal-hal yang luar biasa. []

Kutipan artikel

Sebuah artikel yang aslinya merupakan tanggapan atas artikel yang termuat di www.islamlib.com, dengan judul Dari Qasim Untuk AA Gym. Ditulis oleh sala seorang komentator bernama Nasuki yang tinggal di Abu Dhabi.
Dikutip disini bukan sebagai pernyataan bahwa saya akan berpoligami (Insya Allah tidak akan melakukannya), melainkan untuk memberikan gambaran bagaimana, di mata saya, Islam menerapkan praktek Poligami. Selain itu juga memberikan sedikit klarifikasi atas tuduhan-tuduhan yang dilontarkan banyak pihak mengenai sejarah Poligami Rasulullah SAW. Kiranya dapat menjernihkan sedikit polemik tentang poligami tersebut.
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
Poligami boleh Hanya dgn. Perempuan Yatim

Poligami Kebanyakan. Poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu: polus berarti banyak, dan gamos berarti perkawinan, sehingga poligami berarti kawin (beristeri/bersuami) banyak. Dalam tulisan ini poligami agar dibaca pria muslim beristeri dua, tiga sampai dengan empat. Pelaksanaan poligami pada umumnya bertujuan utama menghindari perbuatan perzinahan serta pelanggaran-pelanggaran lain dari norma agama Islam yang dilatarbelakangi oleh banyak hal, yang mana mereka mengetahui bahwa Islam memperbolehkankan praktek poligami berdasarkan atas Al-Qur’an surat Annisak, ayat 3: “Dan kalau kamu takut takkan dapat berlaku lurus terhadap yataamaa, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sukai: dua, dan tiga, dan empat. Tetapi kalau kamu khawatir takkan dapat berlaku adil, hendaklah seorang saja atau yang sudah ada menjadi milik kamu. Yang demikian itu adalah cara terdekat untuk tidak berbuat aniaya”

Alasan Yang Tidak Rasional. Surat Annisak, ayat 3 jika diterjemahkan apa adanya terdiri dari 5(lima) kalimat utama, yaitu: 1. Dan kalau kamu takut takkan dapat berlaku lurus terhadap yataamaa, 2. maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sukai: dua, dan tiga, dan empat. 3. Tetapi kalau kamu khawatir takkan dapat berlaku adil, 4. hendaklah seorang saja atau yang sudah ada menjadi milik kamu . 5. Yang demikian itu adalah cara terdekat untuk tidak berbuat aniaya.

Tafsir yang beredar mengartikan surat Annisak, ayat 3 antara lain sebagai berikut: I. Terjemah & Tafsir Al-Qur’an, Depag RI, Jakarta 1978: 1. Dan jika kamu merasa takut tidak akan dapat berlaku adil bila mengawini anak-anak yatim itu, 2. maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu sukai: Dua, tiga, atau empat. 3. Tetapi jika kamu khawaatir takkan dapat berlaku adil antara wanita-wanita itu, 4. maka kawinilah seorang saja atau hamba sahaya yang kamu miliki. 5. Yang demikian itu adalah cara terdekat untuk tidak berbuat aniaya.

II. Interpretation of the Meaning of THE NOBLE QUR’AN in English language, Islamic University, Al-Madinah Al-Munawarah, Saudi Arabia, 1996: 1. And if you fear that you shall not be able to deal justly with the orphan girls 2. then marry (other) women of your choice, two or three, or four; 3. but if you fear that you shall not be able to deal justly (with them), 4. then only one or (slaves) that your right hands possess. 5. That is nearer to prevent you from doing injustice.

Adanya tambahan kata “bila mengawini” dalam kalimat pertama, dan kata “lain” dalam kalimat kedua pada terjemahan I, dan tambahan kata “other” dalam kalimat kedua pada terjemahan II, keduanya merubah makna ayat tsb., sehingga dapat merubah pula latar belakang atau alasan seseorang dalam berpoligami. Akan tetapi kalau disimak lebih dalam lagi pada terjemahan I ataupun II, maka maknanya dapat disimpulkan sbb.: 1. Apabila seseorang merasa khawatir tidak dapat berlaku adil apabila berpoligami dengan para yatim, kemudian dianjurkan untuk berpoligami dengan wanita-wanita selain yatim, atau dapat diartikan bahwa kalau khawatir tidak dapat berlaku adil jika berpoligami dengan para yatim, maka boleh berlaku tidak adil asalkan berpoligami dengan bukan dari golongan yatim. Akan tetapi pada kalimat ketiga pelaku poligami masih dituntut untuk berlaku adil terhadap isteri-isterinya, artinya kalau pelaku poligami bisa melaksanakan keadilan dengan ‘wanita lain’ sesuai perintah pada kalimat ketiga, lalu mengapa harus berpoligami dengan wanita bukan golongan yatim, toh pada dasarnya pelaku tsb. dapat berlaku adil. Diawalnya dikatakan “jika tidak dapat berlaku adil”, kemudian pada kalimat ketiga masih dituntut untuk berbuat adil, jadi ada kontradiksi atau kacau. 2. Seandainya ada seorang yang dapat berlaku adil jika berpoligami dengan para yatim, berapa batasan jumlah isteri yang dapat dikawini dari golongan yatim?, yang pasti, bukan dua, atau tiga, atau empat, karena bilangan tersebut hanya diperuntukkan apabila kawin dengan ‘wanita lain’, bukan dengan para yatim. 3. Kalaulah pemaknaan tersebut merupakan keyakinan yang dikemas menjadi sesuatu, katakanlah “kesepakatan”, maka dalam berpoligami akan ada skala prioritas, yaitu mereka harus mencoba/mencari untuk berpoligami dengan para yataamaa sebagai prioritas pertama, kemudian apabila dirasa atau khawatir tidak dapat berlaku adil, kemudian boleh dengan wanita lain yang disukai sebagai prioritas kedua, tetapi hal ini masih menyisakan satu pertanyaan, tentang batasan jumlah isteri dari golongan yatim.

Alasan Yang Rasional Ayat tsb. diatas kalau diterjemahkan apa adanya dapat bermakna, apabila seseorang merasa khawatir terhadap para yatim (yataamaa) tentang suatu kemungkinan adanya perlakuan yang tidak selayaknya, atau khawatir tentang perjalanan hidup yataamaa tanpa adanya seorang “ayah”, maka dianjurkan untuk mengawini wanita-wanita (ibu sianak yatim atau perempuan-perempuan yatim) yang disukai sampai dengan empat orang. Secara akal (baca: rasional) ini dapat diartikan agar kita menolong para keluarga yatim dengan mengawini perempuan yang disukai, agar mereka dapat hidup layak sebagaimana keluarga lain yang bukan yatim, yaitu agar mereka terbimbing dari masa depan yang kurang menguntungkan, baik dari segi akidah maupun dari segi nafkah. Jadi unsur menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan karena menjadi yatim lebih ditonjolkan daripada sekedar kawin dengan alasan lainnya, dengan catatan pilihlah wanita yatim yang disukai, catatan ini dapat diasumsikan bertujuan menjaga keseimbangan tentang perbuatan menolong dengan keinginan si penolong. Akan tetapi kalau kehidupan mereka tidak mengkhawatirkan, misalnya dari segi materi, pendidikan, dll. dinilai cukup atau mereka dinilai akan mampu terhindar dari ketidak adilan, maka perintah poligami dengan mereka menjadi gugur, karena dikhawatirkan bukan menolong para yatim, akan tetapi sebaliknya, yaitu hanya untuk mengeksploitasi saja. Jadi bagi para yatim yang tidak mengkhawatirkan dari segi keadilan dalam hidupnya apabila disukai dan mau dikawin, mereka berstatus sama dengan wanita bukan dari golongan yatim, yaitu bukan dengan jalan praktek poligami. Disinilah penulis melihat letak keagungan ayat tersebut, yaitu adanya hubungan sebab akibat yang rasional, boleh berpoligami asalkan dengan tujuan menolong kehidupan yataamaa. Dimana menolong dalam kebaikan merupakan perbuatan soleh yang dianjurkan, apalagi yang ditolong adalah yataamaa. Kalau alasan ini yang melatarbelakangi seseorang berpoligami, maka: 1. Para yatim lebih tertolong, sehingga masa depan mereka lebih baik. 2. Adanya seorang ayah bagi suatu keluarga merupakan suatu modal status sosial yang sangat berarti, terutama untuk teman bertukar pikiran dalam menghadapi berbagai masalah kekeluargaan. 3. Dengan tujuan utama menolong keluarga muslim yatim, maka praktek poligami akan lebih banyak mempunyai tempat di masyarakat daripada yang ada sekarang ini, karena poligami diimbangi dengan menolong daripada hanya ketamakan. 4. Dapat menyelesaikan bagian dari permasalahan sosial, sehingga akan membantu meningkatkan kwalitas sosial masyarakat. 5. Praktek poligami akan terbatas hanya pada para keluarga yatim, sehingga kekhawatiran isteri pertama tentang suami akan mempunyai isteri lebih dari satu (simpanan) dengan wanita selain yatim akan terkurangi.

Tentang Nabi Muhammad S.A.W Setelah turunnya surat Annisa’ ayat 3 tsb., maka jumlah istri dibatasi sampai dengan empat orang, dimana sebelumnya tidak ada. Namun yang menarik adalah alasan yang melatarbelakangi Nabi S.A.W terdorong kawin lebih dari satu. Kita sepakat bahwa hukum-hukum normal yang rasional untuk orang biasa tidak berlaku bagi para Nabi, dalam arti pelanggaran-pelanggaran hukum rasional itu bukan berarti mengurangi kebesaran para Nabi, melainkan sebaliknya, contohnya: ketika Nabi Ibrahim A.S dimasukkan kedalam api, maka api tersebut dengan kekuasan-Nya tidak mampu membakar Nabi Ibrahim A.S.. Kita tahu bagaimana proses kehidupan Nabi Isa A.S. mulai sejak didalam kandungan ibunya, ketika ia masih bayi sampai ia dewasa, dan masih banyak contoh lainnya yang bisa dibaca dalam kisah-kisah para Nabi didalam Al-Qur’an. Katakanlah dalam pembahasan poligami yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W dapat diterima oleh rasional, maka hal ini hanya untuk mencari latarbelakang beliau S.A.W beristeri lebih dari satu. Selama 28 tahun ia S.A.W beristerikan Khadijah saja, Setelah Khadijah wafat kemudian kawin dengan Saudah bt Zam’a janda Sakran b’Amr b’Abd Syams, Saudah adalah termasuk orang yang pertama-tama memeluk Islam, sampai kemudian ia ikut hijrah ke seberang lautan di Abisinia, jadi kalau sesudah itu Nabi S.A.W mengawininya untuk memberikan perlindungan hidup dan untuk memberikan tempat yang setarap dengan Ummul-Mukminiin, maka hal ini patut sekali dipuji dan patut mendapat penghargaan yang tinggi. Adapun dengan Aisyah dan Hafsha adalah puteri-puteri dua pembantu dekatnya, Abu Bakar dan Umar. Segi inilah yang membuat Nabi S.A.W mengikatkan diri dengan kedua orang itu dengan ikatan semenda perkawinan dengan puteri-puteri mereka. Sama juga ia mengikatkan diri dengan Ustman dan Ali dengan jalan mengawinkan kedua puterinya dengan mereka. Perkawinannya dengan Zainab bt. Khuzaima dan dengan Umm Salama mempertegas lagi hal ini, Zainab adalah isteri Ubaid bin Harith bin Muttalib yang telah mati syahid, gugur dalam perang Badr. Sedangkan Umm Salama sudah banyak anaknya sebagai isteri Abu Salama, kemudia dalam perang Uhud Abu Salama menderita luka-luka, kemudian sembuh kembali. Oleh Nabi S.A.W ia diserahi pimpinan untuk menghadapi Banu Asad dan berhasil. Tetapi bekas lukanya dari perang Uhud itu terbuka sampai menyebabkan ia meninggal. Perkawinannya dengan Zainab bt. Khuzaima adalah demikian juga. Disini kita mencoba untuk memakai rasional, seandainya saat itu perkawinan Nabi S.A.W hanya didasarkan pada godaan selain untuk menolong dan mengikatkan diri dengan para kerabat dekatnya, pasti masih banyak gadis-gadis kaum Muhajirin dan Ansar yang lain yang bersedia dipersunting Nabi S.A.W, yang jauh lebih cantik, lebih muda, lebih kaya dan bersemarak, dan tidak pula ia S.A.W dibebani dengan anak-anaknya. Akan tetapi sebaliknya, ia S.A.W mengawini mereka dengan pertimbangan yang luhur itu. Perkawinanya dengan Zainab bt. Jahsy janda Zaid anak angkat dan bekas budaknya, puteri Umaima bt. Abd’l-Mutallib bibinya, itu untuk melaksanakan hukum yang pada dasarnya menghapus tradisi dan segala adat-istiadat jahiliah, dan yang sekaligus dengan itu ia S.A.W menetapkan peraturan baru, yang diturunkan Tuhan sebagai bimbingan dan rahmat buat alam semesta. Yaitu kehendak Tuhan mau menghapus melekatnya hubungan anak angkat dengan keluarga bersangkutan dan asal-usul keluarga itu, yang selama itu menjadi anutan masyarakat Arab, juga pemberian hak anak kandung kepada anak angkat, segala pelaksanaan hukum termasuk hukum waris dan nasab, dan supaya anak angkat dan pengikut itu hanya mempunyai hak sebagai pengikut dan sebagai saudara seagama, seperti firman-Nya; “Dan tiada pula Ia menjadikan anak-anak angkat kamu menjadi anak-anak kamu. Itu hanya kata-kata kamu dengan mulut kamu saja. Tuhan mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar” (Al-Quran, 33:4). Kalau Nabi S.A.W tidak mengawali menghapus tradisi itu, maka yang lain akan enggan melaksanakannya, karena takut apa yang akan dikatakan orang mengawini isteri bekas anak angkatnya, tetapi takut kepada manusia tidak ada artinya dibandingkan dengan takut kepada Tuhan, untuk itu Nabi S.A.W harus mengawalinya agar menjadi panutan bagi kaumnya, biarlah ia S.A.W menjadi korban dan tidak perduli apa yang akan dikatakan orang demi melaksanakan perintah Tuhan (lihat juga Al-Qur’an 33:37).

Kesimpulan. Atas dasar tulisan ini penulis menyimpulkan, bahwa praktek poligami hanya dapat dilakukan apabila ia melihat yataamaa, kemudian khawatir tentang kehidupan masa depan mereka, lalu ada perasaan ingin menolong mereka dari masalah itu, maka boleh juga menolong agar terlindungi dengan jalan mengawininya sebagai isteri yang lain, asalkan disukai.
- Nasuki, Abu Dhabi, 22/12/2006 19:12