Friday, June 23, 2006

Cahaya Harold Bloom (dari Islamlib.com)

Cahaya Harold Bloom
Oleh Hamid Basyaib
19/06/2006

Yang menyatakan hal itu bukan dosen Jurusan Tafsir ataupun dekan Fakultas Dakwah UIN. Yang menegaskannya adalah Harold Bloom, profesor sastra di Universitas Yale, AS, dalam karya mashurnya, Genius: A Mosaic of One Hundred Exemplary Creative Minds. Ia menyanjung Quran dalam bab khusus tentang Nabi Muhammad, yang dinobatkannya sebagai salah seorang jenius sastra terbesar dalam sejarah.


Injil Ibrani, secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya, merupakan teks yang sangat sulit dipahami. Injil Yunani (Perjanjian Baru) membingungkan dan (ayat-ayatnya) saling bertentangan. Sedangkan Alquran Arab ternyata sungguh terbuka dan jernih, sangat konsisten dan benar-benar koheren.


Muhammad adalah satu-satunya nabi yang dianggap jenius oleh Bloom. Pada Kristen ia bukan menyebut Yesus, melainkan Santo Paulus, penulis salah satu versi Injil. Dan pada Yahudi, ia bukan memasukkan Nabi Musa, tapi seorang tokoh dari masa sekitar seribu tahun Sebelum Masehi, yang oleh para sarjana hanya disebut �J� atau Yahwist.

Bloom, yang boleh dikata kritikus sastra (Barat) terbesar saat ini, secara khusus mengutip lengkap Surah An Nur ayat 35, sebuah puisi yang sempurna pada-dirinya, suatu mukjizat tapi alamiah, dan sama sekali tak mengandung unsur sektarian. Ia terutama takjub pada ungkapan cahaya-atas-cahaya (nur alannur) dalam surah itu.

Ceruk tempat cahaya-atas-cahaya bertahta, menurut tafsir Bloom, mungkin hati Muhammad; tapi pada akhirnya bisa hati siapa saja yang peka. Sebab, seperti disebut oleh ayat tersebut, Tuhan membimbing kepada cahayaNya siapapun yang Ia kehendaki. Pohon zaitun yang diberkahi dan merupakan sumber energi mahabening itu � minyak yang bercahaya cemerlang bahkan tanpa tersentuh api -- tidak tumbuh di Timur maupun di Barat. Ia bisa mekar di mana saja. Atau tidak di mana-mana. Ia ada di manapun dan kapanpun suatu wawasan yang jernih memancar.

Bagi Bloom, cahaya yang dilukiskan secara memukau itu tepat dijadikan lambang Alquran. Ia adalah bukti lain tentang status otentik Quran sebagai kitab bagi siapa saja, bukan hanya bagi muslim.

Mungkinkah Harold Bloom sendiri tepercik cahaya-atas-cahaya Boleh jadi. Dengan ulasan memikat tersebut, ia membuktikan bahwa kitab suci yang bukan rujukan agamanya itu dapat diapresiasi dengan jernih dan tajam. Kita bisa menambahkan: mereka yang sejak lahir menjunjung Quran sebagai kitab suci agamanya pun mungkin luput dalam memahami pesan-pesan pokoknya dengan jernih.

Orang-orang seperti Bloom, yang beragama Yahudi dan juga dikenal sebagai pakar agama-agama, mampu menangkap inti-inti pesan Quran. Mereka sanggup memilah inti dari anjuran maupun ketentuan-ketentuan temporal dan situasionalnya, yang kerap justru dianggap permanen dan bersifat legal. Kaum Muslim sendiri mungkin saja kehilangan wawasan dan daya tangkap yang persis terhadap inti pesan itu, dan justeru tertawan pada anjuran atau ide-ide Quran yang bukan merupakan inti pesannya sebagai pengarah langkah dan pedoman hidup.

Bloom menganggap kebangkitan spiritual Barat ditopang oleh tiga teks suci: Injil Yahudi (atau Perjanjian Lama, menurut perspektif Kristen), Perjanjian Baru, dan Alquran (inilah sebabnya ia membahas Quran dan Muhammad dalam buku yang mengulas sastra Barat itu). Ia heran mengapa orang Barat hanya membaca dua yang pertama, seraya sangat mengabaikan Quran � atau malah mengecamnya secara serampangan.

Ketika mereka kelak mulai mengikuti anjuran Bloom untuk membaca Quran, siapa tahu rekan-rekannya di Barat itu mampu membacanya secara setajam Bloom. Tapi kemampuan seperti itu lebih besar lagi kita harapkan terjadi pada pihak yang paling berkepentingan, yaitu umat Islam sendiri. Sebab, cara mereka membaca Kitab Suci adalah penentu wajah Islam hari ini juga esok. []
^ Kembali ke atas

Referensi: http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=1070

2 comments:

Anonymous said...

Sebenarnya Harold Bloom memberikan penghinaan kepada Muhammad.

Kalo lae lebih JELI melihat judulnya : "Genius: A Mosaic of One Hundred Exemplary Creative Minds " atau mau baca bukunya langsung daripada dari terjemahan orang lain.

Tuhan TIDAKLAH DICIPTAKAN. Dialah KREATIVITAS itu.

Justru aneh jika Tuhan berpuisi : "...mengutip lengkap Surah An Nur ayat 35, sebuah puisi yang sempurna pada-dirinya, suatu mukjizat tapi alamiah, ...". Tuhan berpuisi?

Puisikah tingkat tertinggi "keindahan"?
Kreativitas Yang MAHA hanya sampai ke tingkat puisi?

Sebelum 9/11 dan radikalisme Islam, pemikiran barat memang begitu. Tapi setelah hal itu terjadi, Islam yg sebenarnya adalah yg begitu.

Gus Dur, Aa Gym, Ulil Abshar Abdala, Cak Nur justru dicap oleh muslim sendiri sbg Islam SIPILIS (Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme). Islam mereka justru dibilang bukan Islam 100% murni Islam.

Bukankah aneh ketika segala "keindahan Islam" yg mereka tawarkan justru bukan dari Islam itu sendiri?

Anonymous said...

Sekedar tambahan dari "pujian" seorang Harold Bloom ttg Muhammad,

Lae, KEJENIUSAN bukanlah ukuran seorang nabi

Banyak orang jenius hatinya sebenarnya jahat

Saya lebih baik menerima seorang biasa yg tidak pernah membunuh daripada seorang nabi yng tangannya berlumuran darah ketika menyebarkan ajarannya

Saya lebih baik menerima seorang yg tidak pernah menikah daripada seorang yg udah berumur 56th punya belasan istri tapi masih mengawini anak umur 9th. Secara biologis anak itu mungkin sudah dewasa, tapi saya yakin PSIKOLOGISnya belum mampu menerima seseorang yg lebih pantas jadi kakeknya

Saya lebih suka orang yg langsung menjamah orang2 sakit dan menyembuhkannya daripada orang yg justru membuat banyak anak jadi yatim dan janda dan setelah itu mengawini mereka dan dianggap sebagai membantu mrk

Saya lebih suka menerima orang yg mengajarkan Kasih daripada sekedar "Kemenangan"

Saya yakin Harold Bloom mengetahui fakta2 sejarah diatas, tapi entah mengapa dia hanya menilai "kejeniusan" daripada nilai moral universal sbg bukti ajaranNYA.